Senin, 14 Juni 2010

Sejarah Ringkas Majlis Agama Islam Patani

Sebelum perang dunia ke-II, para Alim Ulama di dalam wilayah Patani merasa sangat bertanggung jawab atas perkara-perkara yang berlaku dan timbul bermacam-macam perselisihan umat Islam di Patani, sedang waktu itu belum wujud suatu lembaga untuk menyelesaikan masalah yang timbulnya, khusus dalam Ahwal Syakhsiyah karena tidak ada orang yang bertanggung jawab. Seperti mufti, dengan keadaan yang demikian para alim ulama di Patani bermusyawarah dan dapat mengambil keputusan, bahwa mereka mesti mengadakan tempat penyelesaian hal ahwal Agama, yang mana sekarang ini di kenal dengan nama Majlis Agama Islam.
Majlis Agama Islam Patani dibina pada tahun 2483 B. 1940 M. Yang mana pada waktu itu para alim ulama Patani merasa bertanggung jawab di atas perkara yang berlaku di dalam wilayah Patani, oleh karena tidak ada sesuatu badan pun yang bertanggung jawab berkenaan dengan urusan hal ahwal Agama Islam seperti wali amri atau Qadi.
Dengan demikian para alim ulama di wilayah Patani dengan sebulat suara bersetuju menumbuhkan tempat penyelesaian urusan agama Islam dan sekaligus berfungsi sebagai Qadi Syar’i, mengurus dan mangawal orang-orang Islam di wilayah Patani.
Terbentuklah Majlis Agama Islam Patani dan dilantik Almarhum Tuan Guru Haji Muhammad Sulong bin Haji Abdulqadir Tokmina, salah seorang ulama besar yang terkemuka pada waktu itu menjadi ketua Majlis agama Islam sebagai Qadi Syar’i Dharuri wilayah Patani.
Dalam tahun 1944 semua ulama dan guru-guru pondok pesantren yang diketua oleh Haji Sulong mengadakan perjumpaan membentuk kerja sama antara ulama dengan pemimpin setempat untuk mempertahankan marwah orang Islam dari tindakan mengsiamkan orang melayu.
Melalui pertumbuhan ini Haji Sulong dan rekan-rekan ulama lain memperjuangkan hak Islam dan menentang kezaliman. Tahun 1946, pertumbuhan semangat Patani di kalangan pemuda-pemuda ditumbuhkan yang dipimpin oleh Wan Othman Ahmad. Pada tahun 1948 pertumbuhan gabungan Melayu Patani di luar negeri dipelopori oleh Tengku Kamariah yaitu adik kepada Tengku Muhammad Muhaiyiddin anak Raja Abdul kadir (Raja Patani yang terakhir).
Sedangkan Haji Sulong mengatur strateginya dengan dua cara yaitu sembunyi dan terang-terangan. secara sembunyi dipimpin oleh Tengku Mahmud Muhaiyiddin pengerakan bawah tanah. Manakala secara terang-terangan itu melalui Majlis Agama Islam Patani (MAIP).
Haji Sulong membuat pertemuan dengan ahli-ahli jawatan kuasa Majlis Agama Islam Patani, Imam, Khatib, dan Bilal serta orang-orang kenamaan seluruh Patani yang jumlahnya kira-kira 400 orang. Dari hasil pertemuan itu, pihak Haji Solong membuat keputusan untuk menuntut beberapa perkara yang dikenali sebagai tuntutan tujuh perkara yaitu ;
1. Minta mengadakan seorang ketua beragama Islam diperankan di dalam empat wilayah ini dengan pilihan saudara anak negeri di dalam empat wilayah dengan diberikan kekuasa penuh kepadanya yaitu mentadbir empat wilayah ini.
2. Mangadakan pelajaran bahasa Melayu pada tiap-tiap sekolah bagi kanak-kanak berumur 7 tahun sebelum lagi masuk belajar bahasa Siam/Thai atau bercampur pelajaran dengan bahasa Siam.
3. Hasilan bumi atau kedapatan dalam 4 wilayah dibelanjakan kepadanya saja.
4. Pegawai kerajaan dipakai orang Islam 80% mengikut penduduk negeri yang beragama Islam.
5. Tulisan bahasa Melayu menjadi bahasa resmi.
6. Mengasingkan mahkamah Syari’ah daripada pejabat Undang-undang kerajaan serta mengadakan mahkamah khas yaitu untuk menguruskan dakwaan yang berkaitan dengan hukum Agama Islam.
7. Majlis Agama Islam berkuasa mengeluarkan Undang-undang pentadbiran Agama Islam dengan dipersetujukan oleh ketua besar di empat wilayah.

Pada tanggal 9 Agustus 1947 melalui surat Kementerian Kehakiman Bangkok. 5385/2490 jelas memberikan jawaban bahwa kerajaan Bangkok tidak menerima tuntutan untuk memisahkan Mahkamah Syari’ah dari Mahkamah Sipil dengan alasan ia mengubah perlembagaan negeri. Selepas mendapat jawaban itu, Haji Sulong bertindak balas menentang polisi kerajaan tentang pelantikan Qadi (Datok Yuttitam) dan mula mengumpulkan kekuatan rakyat dan menyusun struktur politik.
Majlis Agama Islam diangkat, oleh mereka yang sangat memahami dalam masalah Hukum Agama, ketua disini disebut dengan “Dato Yuttitam” penulis ingin memberi pengertian dengan kata “Datok Yuttitam” yang didapat ini dari ketua Majlis Agama Islam Patani, didalam bahasa “Thai” atau bahasa “Siam” yang sudah penulis terjemah kedalam bahasa Indonesia.
“pelantikan Datok Yuttitam pada masa dulu itu harus ada imam yang menjadi pelantik, oleh karena itu muncul bukti bahwa gubernur Stul mengundang Imam untuk datang memilih dan bagi mereka yang dapat nilai tertinggi. Menteri pengadilan melantik mereka yang mendapat suara yang tertinggi untuk menjadi Datok Yuttitam, sampai sekarang masih dipakai sistem yang demikian.
Apabila tidak dilantik oleh Raja dengan demikian mengakibatkan pelantikan Datok Yuttitam itu tidak sempurna oleh karena itu Qadi dalam pandangan Islam harus mendapat pelantikan dari Maha Raja di negera itu sendiri karena Datok Yuttitam sebagai wali hakim dengan jabatan mengikut Syari’ah Islam dalam ilmu fara’id.
Pasal 35 mengatakan bahwa
“wali hakim adalah orang yang dapat pelantikan dari maha Raja atau kalangan Imam”
Dalam pasal 36 mengatakan bahwa
“menguasa dan fungsi didalam kasus pernikahan bagi perempuan yang sudah baliq”. Oleh karena itu jika Maha Raha negara itu tidak dilantikan lagi, maka yang harus diselesaikan adalah Imam untuk melanjutkan Datok Yuttitam, menurut tata cara diatas supaya dapat sempurna pelantikan Datok Yuttitam mengikut pandangan Syari’ah Islam.
Didalam menyelesaikan suatu kasus Datok Yuttitam pada zaman dahulu merujuk kepada kitab Fiqh dalam bahasa Arab Melayu, yang tidak diterjemahkan kedalam bahasa Siam. Dengan demikian tidak dapat diselesaikan dengan sempurna. Datok Yuttitam diperintah pada tahun 2472 B. (Budha) untuk menterjemahkan dari bahasa “melayu, Arab, Ingris, ke bahasa Siam dan diperintahkan kepada pegawai untuk mencari ahli bahasa yang menjadi saksi terjemah, untuk mencetak menjadi satu kompilasi.
Setelah diterjemahkan panitia penasihat peradilan Agama menyerahkannya kepada pengadilan tinggi dan memberi nama terjemahan “Dasar Hukum Islam Berkenaan dengan Keluarga Dan Warisan” dasar hukum tersebut masih berlaku sampai sekarang. Dalam mengadakan dan menjalankan hukum Islam berkenaan dengan keluarga dan warisan tersebut meliputi empat wilayah selatan, berlaku Hukum tersebut turun temurun. Sehingga sampai dengan pelantikan pemerintah baru, pihak kerajaan Siam melantikan salah seorang yang beragama Budha menjadi pemerintah yaitu Coompul.Poe.Pi’Bulsongkram menjadi pemerintah, waktu itu kebetulan perang dunia yang kedua. Pemerintah yang baru selalu mengadakan sarahan/sistem baru, yaitu Negara Thai patut ada Hukum Diktator sahaja walau berbeda Agama, harus mebubarkan Hukum Islam yang berlaku di empat wilayah tersebut, pada tahun 2486 B. (Budha)./1944 M. Setelah pemerintah Coompul.Poe.Pi’Bulsongkram mengistiharkan tidak berlaku lagi Hukum Islam tersebut didalam Peradilan Agama Islam tingkat pertama diempat wilayah selatan, timbul masalah diwlayah tersebut khusus diwilayah Patani rakyat mengadakan demonstrasi menentang pemerintahan pusat, rakyat tidak mau ikut didalam memutuskan kasus berkenaan dengan keluarga dan warisan di Pengadilan Tinggi ataupun pengadilan umum. Setelah terjadi perang sengit di wilayah Patani ada diantaranya kiai-kiai atau Ulama’-ulama’ sepakat mencari jalan keluar dengan mengadakan musyarwarah diantaranya Imam-imam mesjid setiap desa untuk mencari solusi dan mempertahankan Hukum Islam yang telah di hapus oleh pemerintah pusat tersebut, dalam musyawarah untuk melantik pegawai-pegawai Majlis Agama Islam setiap wilayah di selatan dan seorang bijak pandai yang dinamakan Datok Yuttitam atau Qadi Syar’i Daruri fungsinya untuk mengganti Datok Yuttitam sewaktu tidak ada ditempat.
Berkenaan dengan pegawai Majlis Agama Islam dan Datok Yuttitam setiap wilayah dalam Pasal 36 mengatakan bahwa; dalam wilayah yang ada pegawai Majlis Agama Islam ada wewenang sebagai berikut :
Ayat 1 berbunyi :
Menasihatkan dan mengeluarkan pendapat berkenaan dengan Agama Islam kepada Gubenur.
Ayat 2 berbunyi :
Bertanggung jawab melantik pegawai-pegawai mesjid “kepala 12” setiap mesjid dalam wilayah yang diserah oleh Departemen Agama dari pemerintah pusat.
Ayat 3 berbunyi :
Mengambil keputusan, masyarakat yang mengadukan yang tidak sesuai dan disesuai dengan teliti.
Ayat 4 berbunyi :
Mengadakan melantikan pegawai mesjid dengan secara resmi.
Ayat 5 berbunyi :
Tolak ansur seandainya pegawai mesjid tidak sesuai dengan jabatan, cabut dan ganti sesuai dengan kebutuhan.
Ayat 6 berbunyi :
Intruksi berhenti kerja untuk sementara, seandainya pegawai ada kesalahan.
Ayat 7 berbunyi :
Mengambil keputusan dan mengadakan pindahan Mesjid, bangun Mesjid yang baru, memperbaiki Mesjid yang rusak, sesuai dengan keadaan desa dan penduduk-penduduk masyarakat setempat.
Oleh demikian didalam pasal-pasal tersebut banyak lagi yang penulis tidak kemukakan diantaranya dalam masalah perkawinan, warisan, cerai, dan harta anak yatim dan sebagainya. Hukum-hukum tersebut hampir sama dengan hukum Islam di pengadilan Agama Islam di Indonesia.